Jejakaspirasi.com. SUNGAI PENUH — Aroma pelanggaran hukum kembali tercium dari salah satu proyek pembangunan di Kota Sungai Penuh. PT WIKA (Wijaya Karya), yang dikenal sebagai perusahaan besar pelat merah, diduga nekat membangun proyek irigasi di kawasan Air Patah, Simpang Tiga Rawang tanpa izin dan tanpa koordinasi dengan pemilik tanah sah maupun pemerintah setempat.
Warga setempat menilai proyek tersebut sarat dengan kejanggalan dan terkesan “main serobot”. Pasalnya, aliran irigasi yang dibangun melintasi lahan sawah milik warga tanpa ada pemberitahuan resmi, apalagi persetujuan tertulis dari pemilik tanah.
Bangunan Irigasi Bengkok dan Tanpa Papan Informasi
Ironisnya, bangunan irigasi tersebut diduga tidak mengikuti jalur teknis yang benar, bahkan dibengkok-bengkokkan tanpa alasan jelas. Warga menduga hal itu sengaja dilakukan untuk menambah volume proyek dan memperbesar nilai pekerjaan, yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
Lebih parah lagi, proyek tersebut tidak memiliki papan informasi pelaksanaan, sebagaimana diwajibkan oleh aturan. Tidak ada kejelasan mengenai nama kontraktor pelaksana, sumber dana, besaran anggaran, volume pekerjaan, maupun masa pengerjaan.
Seorang pekerja lapangan mengaku bahwa mereka hanya bekerja berdasarkan instruksi seorang pengawas lapangan bernama MIGET, yang disebut bekerja untuk salah satu kontraktor lokal. Namun ketika ditanya, MIGET mengaku tidak mengetahui nama CV atau PT pelaksana proyek tersebut.
Hal ini jelas melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta Peraturan LKPP terkait transparansi proyek publik.
Pemilik Tanah Murka: “Kalau Tak Ditutup, Saya Tempuh Jalur Hukum!”
Pemilik tanah, Efyarman (Rio), dengan tegas mengecam tindakan sewenang-wenang tersebut. Ia mengaku sangat kesal setelah mengetahui sawah miliknya telah digali untuk saluran irigasi tanpa izin.
> “Saya tidak pernah dihubungi atau dimintai izin! Saya sudah minta agar pengerjaan di tanah saya dihentikan dan ditutup kembali. Kalau tidak, saya akan tempuh jalur hukum,” tegas Efyarman kepada media.
Menurutnya, pengerjaan proyek ini sudah berjalan sekitar 10 hari sebelum papan informasi baru direncanakan dipasang. “Lucu! Proyek sudah jalan, tapi papan informasinya baru mau dipasang. Ini proyek siluman!” ujarnya geram.
Diduga Langgar KUHP dan UU Pertanahan
Tindakan pembangunan tanpa izin di atas tanah warga tersebut dapat dikategorikan sebagai penyerobotan tanah, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 385 KUHP yang menyebutkan:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum menjual, menukar, atau membebani hak tanah yang diketahui bukan miliknya, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
Selain itu, tindakan ini juga melanggar:
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menegaskan bahwa setiap hak atas tanah mempunyai fungsi sosial dan tidak boleh merugikan pihak lain.
Dengan demikian, proyek irigasi yang dijalankan tanpa izin dan transparansi jelas dapat dikategorikan melawan hukum dan berpotensi merugikan masyarakat maupun negara.
Desakan untuk Pihak Berwenang
Masyarakat meminta agar Polda Jambi, khususnya Ditreskrimsus Subdit Tipidkor dan Tipidter, segera menelusuri asal proyek dan sumber dananya. Jika terbukti ada pelanggaran, masyarakat berharap proyek ini segera dihentikan dan pihak kontraktor dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Uang negara jangan disalahgunakan. Inpres pembangunan irigasi itu untuk ketahanan pangan dan kesejahteraan rakyat, bukan untuk merugikan petani dan memperkaya segelintir oknum!” pungkas Efyarman dengan nada tegas. (Team)
Social Plugin