Musi Banyuasin | Jejakaspirasi.com.
Sekayu-Sebuah mediasi berlangsung antara pihak Bank BRI Kepala Cabang Sekayu dan Istri almarhum nasabah, Nila Chrisna, terkait penagihan kewajiban pinjaman yang terus berlanjut meskipun suaminya, Ikhwani, telah meninggal dunia pada tahun 2015.
Kasus ini mencuat setelah Nila Chrisna yang sempat membayar tagihan selama 20 bulan pasca kematian suaminya, mengalami kesulitan dan penghentian pembayaran akibat kondisi keuangan yang tidak memadai.
Selama periode pembayaran, Nila Chrisna telah membayar total Rp 100.000.000, dengan nominal pembayaran Rp 5.000.000 per bulan untuk pokok dan bunga. Namun, setelah 20 bulan, pembayaran terpaksa dihentikan karena keterbatasan finansial, Meskipun demikian, pihak Bank BRI tetap terus melanjutkan penagihan kepada Nila Chrisna.
Setiap bulan saya menerima tagihan, saya merasa tertekan dan tidak dipahami situasi saya, "Kenapa bank tidak mempertimbangkan kondisi saya sebagai istri dari nasabah yang sudah meninggal?” ungkap Nila dalam pernyataan kepada media.
Pihak BRI beralasan, " bahwa almarhum Ikhwani tidak termasuk dalam cakupan asuransi kematian tapi asuransi kebakaran, meskipun sebelumnya terdapat pernyataan dalam brosur dan perjanjian yang menunjukkan adanya pemotongan untuk asuransi jiwa dan asuransi kebakaran, Nila Chrisna menegaskan bahwa informasi ini sangat membingungkan dan menyedihkan, karena dia merasa dirugikan oleh pihak bank.
“Brosur tersebut jelas mencatat bahwa telah ada pemotongan untuk asuransi, seharusnya pihak bank menghargai perjanjian yang ada, bukan hanya berdasarkan penawaran,” tambah Nila.
Mediasi ini diharapkan dapat menemukan solusi yang adil bagi kedua belah pihak, "Pihak BRI, dalam keterangannya, berjanji untuk terus berkomunikasi dengan Nila Chrisna guna merumuskan penyelesaian yang sesuai dengan posisi keuangan dan situasi yang dihadapi oleh pihak istri almarhum.
Dalam kesempatan tersebut, berbagai pihak berharap agar situasi serupa tidak terulang, dan pentingnya edukasi mengenai produk keuangan dan asuransi kepada nasabah semakin meningkat, Penghargaan atas hak dan kondisi nasabah diharapkan menjadi prioritas bagi lembaga keuangan dalam menjalankan operasional mereka.
Dalam mediasi yang berlangsung antara Bank BRI Kepala Cabang Sekayu dan Nila Chrisna, istri almarhum nasabah Ikhwani, Yang di dampingi oleh Herye Kaperwil /Dewan Redaksi Intelpostnews, Fitriandi Ketua DPD LAN Muba, Syaipul dan Ardiansyah Media Nasional TV MNCTV.
Dalam pertemuan mediasi muncul pernyataan kontroversial yang dapat menambah ketegangan antara kedua belah pihak, Yang mana, Heru Wijaya, perwakilan dari Bank BRI, menyampaikan, "bahwa penawaran mengenai asuransi yang tercantum dalam brosur hanyalah bersifat penawaran dan tidak merupakan perjanjian mengikat, " Kata Heru.
Terlihat secara nyata dan jelas terkesan Heru Wijaya berusaha menutup-nutupi situasi ini, 'Ini adalah bank pemerintah yang seharusnya menjunjung tinggi hak nasabah dan mengikuti sistem perbankan Nasional" Ungkap Fitriandi.
Ia menambahkan, “Sistem renteng tidak boleh dibenarkan dan diluar sistem perbankan yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Mengenai sistem asuransi kami sangat meyakini setiap nasabah Bank BRI perusahaan yang sangat besar pasti melakukan kerjasama dengan asuransi untuk memproteksi dan meminimalisir kerugian. Tidak etis seorang Kacab menanyakan buku polis ke nasabah yang jelas jelas tidak diberikan ke nasabah, itu pertanyaan yang anomali” "Ujar Fitriandi Ketua DPD LAN Muba.
Senada dengan itu, Herye turut mengingatkan bahwa praktik penagihan yang dilakukan Bank BRI dapat melanggar peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “OJK melarang praktik renteng karena dianggap bertentangan dengan peraturan perbankan yang ada dan berpotensi merugikan nasabah, Mengapa sistem renteng diterapkan kepada nasabah almarhum Ikhwani dan Nila Chrisna?” Tegas Herye.
Kasus ini memunculkan pertanyaan besar mengenai kepatuhan Bank BRI terhadap regulasi yang ada dan perlindungan yang seharusnya diberikan kepada nasabah, terutama dalam situasi yang sensitif seperti kematian.
Masyarakat pun berharap agar lembaga terkait segera melakukan evaluasi terhadap praktik perbankan yang merugikan nasabah, terutama dalam konteks asuransi dan penagihan.
Nila Chrisna juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pihak bank. “Saya hanya ingin hak-hak saya sebagai istri dari nasabah yang telah meninggal dihormati, "Saya merasa dikejar tanpa memahami situasi yang saya hadapi,” kata Nila.
Seiring dengan situasi yang semakin rumit, semua pihak berharap ada penyelesaian yang adil dan memberikan keadilan bagi Nila Chrisna sekaligus menegaskan kembali pentingnya transparansi dalam praktik perbankan. OJK diharapkan dapat turun tangan untuk memastikan bahwa semua lembaga keuangan mematuhi regulasi yang ada demi melindungi nasabah.
Mediasi antara pihak Bank BRI Cabang Sekayu dan Nila Chrisna, istri almarhum nasabah Ikhwani, terus berlanjut dengan berbagai pernyataan yang saling bertentangan, Heru Wijaya, Kepala Pimpinan Cabang BRI, menyatakan bahwa pinjaman yang diambil almarhum Ikhwani menggunakan sistem renteng, yang berarti pinjaman tersebut dianggap sebagai pinjaman berbentuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).“Jika pinjaman tersebut memang termasuk dalam kategori UMKM, seharusnya mengikuti program pemerintah mengenai penghapusan hutang bagi masyarakat UMKM, terutama dalam hal ini mikro usaha kecil dan menengah yang mengalami kesulitan, "Program ini memungkinkan penghapusan hutang bagi pinjaman yang sudah macet dalam jangka waktu lima tahun ke belakang,” jelas Ardiansyah, seorang pengamat perbankan yang juga hadir dalam mediasi tersebut.
Ardiansyah menambahkan bahwa ini merupakan kebijakan yang jelas, sebagaimana disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dan Menteri UMKM, Imam Abdurrahman, yang seharusnya dijadikan acuan untuk penyelesaian masalah ini. "Oleh karena itu, sudah selayaknya penghapusan tagihan pinjaman diberikan kepada Nila Chrisna," tegas Ardi.
Namun, Heru Wijaya merespons dengan menjelaskan bahwa meskipun Bank BRI telah mengajukan beberapa nasabah untuk program tersebut, mereka tidak melibatkan nasabah almarhum Ikhwani dan Nila Chrisna. "Kami memang telah menjalankan program ini, tetapi kami lupa untuk mengajukan nasabah almarhum Ikhwani/Nila Chrisna," ungkap Heru.
Situasi ini semakin rumit dengan berbagai pernyataan Heru yang dinilai berbelit-belit dan tidak konsisten, "Beberapa pihak menuduh bahwa ada dugaan manipulasi data administratif yang dilakukan oknum di Bank BRI Cabang Sekayu, Tindakan ini memiliki dampak besar terhadap Nila Chrisna, yang sampai saat ini masih terjebak dalam pembayaran pinjaman selama 20 bulan dengan total jumlah Rp 100.000.000, tanpa adanya penyelesaian yang jelas dari pihak bank, "Selain itu, tidak ada kejelasan mengenai santunan kematian yang seharusnya diterima oleh ahli waris almarhum Ikhwani, Nila Chrisna juga belum menerima tunjangan asuransi jiwa yang berhak didapatkan akibat meninggalnya suaminya, Meskipun dalam kondisi yang tidak mampu, pihak BRI masih terus melakukan penagihan yang semakin menambah beban psikologis dan finansial bagi Nila Chrisna.
Kedepannya, kasus ini diharapkan bisa diselesaikan dengan adil, dan pihak Bank BRI diharapkan dapat bertindak lebih transparan serta responsif terhadap nasabahnya, terutama dalam situasi yang sensitif seperti ini. OJK juga diharapkan untuk turun tangan dalam menyelidiki praktik penagihan yang merugikan dan memastikan bahwa hak-hak nasabah dilindungi.
Menghimbau permasalahan ini, Ketua DPD LAN Fitriandi mengambil sikap, Dalam waktu dekat jika tidak ada kejelasan penyelesaian secara jelas oleh Pihak BRI Cabang Sekayu, akan melakukan demo besar-besaran ke Bank BRI Cabang Sekayu Kabupaten Muba, tergabung jajaran Media online dan Media TV Nasional dan masyarakat Muba Sumatera Selatan, agar masyarakat dapat mengetahui secara jelas jangan sampai mengalami nasib mengajukan pinjaman ke Bank BRI dengan aturan sistim dapat menyengsarakan membuat penderitaan ke istri anak cucu dan keturunan selanjutnya penagihan oleh pihak BRI yang tidak lunas-lunas
Social Plugin